Pasang IKLAN BARIS GRATIS! DAFTAR | LOGIN


Kolaborasi Antik Dalam Rumah Jawa Klasik Suharli

    Suharli dan Salah satu koleksi motor tua miliknya
    Rumah  Jawa  Klasik  Suharli
    Rumah  Jawa  Klasik  Suharli
    Rumah  Jawa  Klasik  Suharli
    Rumah  Jawa  Klasik  Suharli

    Seiring perkembangan zaman maka desain-desain arsitektur pun turut berkembang menyesuaikan selera masyarakat yang cenderung menginginkan sesuatu yang lebih simpel, praktis, efektif, dan efisien termasuk dalam hal hunian. Namun ternyata hal itu tidak membuat model arsitektur klasik kehilangan peminatnya, karena rupanya masih banyak orang yang menyukai model arsitektur yang satu ini. Alasan dibalik hal itu tentu saja berbeda pada tiap-tiap orang, ada yang disebabkan karena memori dan kenangannya di masa lalu dengan arsitektur klasik, ada pula yang diberi amanat untuk menjaga keaslian suatu bangunan lama yang tentu menggunakan model arsitektur klasik. Tetapi paling tidak eksistensi dari arsitektur klasik masih dapat kita nikmati hingga saat ini. Arsitektur klasik sendiri tentu merupakan salah satu model arsitektur populer dunia yang sudah sangat lama dikenal karena memang sejarahnya yang panjang, itulah sebabnya model arsitektur yang satu ini telah banyak melahirkan model-model arsitektur baru yang diadaptasi darinya.

    Salah satu model arsitektur klasik yang masih begitu diminati hingga saat ini yaitu gaya rumah adat Jawa. Rumah adat Jawa murni biasa identik dengan lahan yang luas. Namun, tidak demikian halnya dengan rumah milik Suharli yang beralamat di Jalan Wisnu, Pemukti Baru RT 06 RW 09, Tlogo, Prambanan, Klaten. Kendati berdiri pada lahan yang tidak terlalu luas, rumah itu memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki rumah-rumah di sekelilingnya. Saat para tetangganya berlomba-lomba untuk mendirikan bangunan mewah dan megah dengan tembok yang kokoh, pria yang berprofesi sebagai pengusaha tekstil itu justru membangun rumah berdinding kayu. Di perdesaan, rumah berdinding kayu memang masih banyak dijumpai, namun rumah ini relatif sulit ditemui di kawasan perkotaan yang banyak berdiri gedung-gedung bertingkat. “Kalau dari sisi keamanan memang dinding beton lebih memadai. Namun, dinding kayu memiliki keistimewaan tersendiri karena tidak membuat suhu dalam rumah menjadi panas. Siang atau malam, rumah ini terasa adem karena dibuat menggunakan sebagian terbuat dari material kayu,” ujar Suharli.

    Rumah Suharli tidak memiliki pelataran seperti halnya rumah adat Jawa pada umumnya. Bagian depan rumah berbatasan langsung dengan jalan perkampungan. Sebagian besar material kayu pada konstruksi rumah yang berdiri di atas lahan seluas ±300 m² tersebut berasal dari bekas bongkaran rumah lawas. Sebuah pintu utama masuk rumah yang terbuat dari kayu dengan ukiran motif wayang cukup menyita perhatian siapapun pengunjung yang datang. Ukiran dengan pahatan khas Jawa tersebut menjadi point of interest di bagian fasad depan rumah. Ukiran pada pintu utama itu sengaja dibiarkan dengan warna alami kayu demi mempertahankan nuansa kesederhanaan rumah.

    Memasuki bangunan rumah yang mulai dibangun sejak tahun 2013 tersebut, kesan terbuka dan lapang begitu terasa walaupun rumah tersebut mempunyai luasan yang tidak begitu besar. Ruang utama sengaja dibuat tanpa sekat dan sedikit terbuka, dengan begitu sirkulasi udara di dalam ruangan lebih lancar sehingga membuat suhunya lebih sejuk. Pada sisi kanan kiri pintu masuk terpampang beberapa benda koleksi milik sang pemilik rumah, seakan menyambut tamu yang datang. Pada sisi kanan terdapat sebuah motor besar tua pabrikan AJS yang nampak gagah bersanding dengan sebuah dokar lawas koleksi Suharli. Pada sisi kiri juga tak lepas dari benda koleksi milik pria yang telah bergelut dengan dunia tekstil sejak tahun 80an itu. Sebuah motor bebek lawas merk Zundapp berkelir kuning nampak terparkir di samping sebuah dokar lawas, terlihat balance dengan tampilan di sisi sebelumnya. “Dari dulu memang sangat suka dengan barang-barang lawasan, terutama dengan yang berbau kereta kencana dan dokar. Kebetulan juga sering kumpul bersama teman-teman penghobi kereta kencana juga. Kedua dokar tersebut saya dapat dari daerah Klaten dan Muntilan. Kalau untuk motor tua sebenarnya anak laki-laki saya yang hobi, tapi sedikit banyak saya juga mengerti,” papar Berli, sapaan akrabnya.

    Bangunan rumah yang mengadopsi desain campuran antara Joglo dan Limasan tersebut memakan waktu yang cukup lama dalam masa pembangunannya, yaitu sekitar 2,5 tahun. Desain bangunan tersebut mempunyai keunggulan dibanding model bangunan modern yang ada saat ini. Bangunan tradisional limasan banyak memakai elemen natural. Kemampuannya dalam meredam gempa karena sistem struktur yang digunakan. Struktur limasan berupa rangka yang memperlihatkan batang-batang kayu yang disusun dengan menerapkan bentuk kubus beratap limas. Hal ini didasarkan pada sistem dan sifat sambungan kayu yang digunakan tanpa pengikat paku, semuanya bersifat mengantisipasi gaya tarik. Singkatnya, kemampuannya meredam gempa adalah karena antar struktur dan materialnya saling berkait, dan juga karena sambungan antar kayunya yang tidak kaku. Hal ini membuat bangunannya fleksibel dan memiliki toleransi tinggi terhadap gempa.

    Terdiri dari dua bangunan Joglo utama, nuansa klasik pada rumah tersebut turut dihadirkan dari aplikasi lantai tegel berwarna kekuningan yang dikombinasi dengan tegel biru bermotif lawas. Table set rotan lawasan tertata rapi pada sisi ruangan sebagai area untuk menerima tamu, dengan latar dinding gebyok kayu semakin menampilkan sisi klasik nan hangat. Hal serupa juga diaplikasikan pada sisi yang saling berlawanan, juga dengan table set rotan kuno. Lampu gantung antik nampak tergantung tepat pada area tengah ruangan dengan nyala temaram kekuningan. Pada sudut area bangunan Joglo pertama, terdapat sebuah kurungan burung berukuran cukup besar dengan desain yang mewah, berwarna hijau tua dengan ukiran berbentuk naga berwarna emas. “Pada Joglo depan sengaja tidak banyak menggunakan furnitur, supaya ruangannya tidak terkesan penuh. Di area ini juga sering digunakan sebagai tempat pertemuan warga maupun keluarga, kalau terbuka seperti ini kan enak,” ungkap pria asli Klaten tersebut.

    Antara kedua bangunan Joglo dipisahkan oleh sebuah lorong terbuka dimana pada sisi kanan kirinya terdapat kolam ikan yang dihuni beberapa ikan Koi berbagai corak dan warna. Suara gemericik air yang dihasilkan memberikan efek relaksasi kepada penghuni rumah. Nuansa alami dihadirkan dari tanaman hijau yang menghiasi tepi kolam ikan. Atap terbuka yang diaplikasikan pada sisi atas kolam semakin memperlancar sirkulasi udara di dalam ruangan.

    Meskipun kedua bangunan Joglo dibangun tanpa sekat, namun bangunan Joglo belakang lebih difungsikan untuk aktivitas pribadi seperti ruang keluarga, area mushola, serta kamar tidur yang terletak pada sisi paling belakang. Yang membedakan antara dua bangunan tersebut yaitu pada Joglo belakang nampak ukiran-ukiran khas yang menghiasi tiang-tiang penyangga bangunan utamanya. Sebuah area mushola sebagai tempat beribadah terletak pada sudut area ruangan yang nampak sederhana dengan dipan kayu lawas berhiaskan motif ukiran nan cantik dengan cover dinding berupa gebyok kayu kuno. Sisi dinding paling belakang juga tak lepas dari sentuhan unsur kayu dengan aplikasi gebyok berukuran besar yang diperoleh dari bekas bongkaran rumah Jawa lawas. “Kebetulan saat itu dapat bekas bongkaran rumah lawas. Kondisinya tidak terawat namun untuk konstruksi dan kayunya masih utuh, jadi hanya perlu di restorasi saja biar tambah cantik tampilannya. Kemudian dimanfaatkan sebagai sekat kamar tidur yang terletak paling belakang. Kalau gebyoknya sendiri sudah berusia cukup tua. Bisa dilihat dari ukiran yang tertulis tahun 1941 dan 1959,” pungkas Suharli sembari menunjukkan tulisan yang terukir pada gebyok tersebut. Farhan-red

    PARTNER
    Archira - Architecture & Interior    A + A Studio    Sesami Architects    Laboratorium Lingkungan Kota & Pemukiman Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW    Team Arsitektur & Desain UKDW    Puri Desain